Inalillahi wainailaihi roji’un.
Belakangan, berita kecelakaan di jalan raya kerap menghiasi tayangan di televisi, juga menjadi sorotan berbagai media massa lainnya. Kecelakaan bus di jalur puncak Cisarua Bogor, tabrakan bus di Jawa Timur, juga di Pemalang hingga kecelakaan tunggal yang menewaskan sembilan orang pejalan kaki yang terjadi tak jauh dari halte Tugu Tani, Jakarta. Selain berita-berita tersebut, sebenarnya mungkin masih banyak kecelakaan lain yang tak terekspose media.
Kejadian ini semestinya menjadi pengingat kita semua bahwa terlepas dari soal takdir, kehati-hatian dalam berkendara di jalan adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Selain berdoa sebelum bepergian, patuh pada peraturan lalu lintas adalah kewajiban. Juga yang tak boleh diabaikan adalah saling menghormati sesama pengguna jalan. Jangan hanya menuntut orang lain untuk hati-hati, jangan hanya bisa marah dan membentak “memangnya ini jalan nenek moyongmu!” tapi dirinya sendiri juga tidak berhati-hati, terlupa bahwa jalan yang dilewati juga bukan milik kakek moyangnya. Jika kita menuntut orang lain hati-hati dan disiplin berlalu lintas, maka kewajiban yang sama juga mengikat kita.
Dibalik musibah selalu ada hikmah. Begitupun kecelakaan di jalan raya yang belakangan ini sering terjadi juga memberi kita sebuah pelajaran, menggugah kesadaran bahwa maut bisa datang kapan saja, di mana saja, dengan cara yang tidak terduga, termasuk kecelakaan di jalan raya.
Sebelum tragedi halte Tugu Tani itu terjadi, siapa yang menyangka jika kedatangan satu keluarga dari desa ke Jakarta dalam rangka liburan justru seperti mengantarkan nyawa. Dan mereka yang usai berolah raga, tak ada yang menduga kalau salah satu dari mereka akan menjadi korban, tertabrak mobil yang nyelonong ke trotoar. Juga mereka, para penumpang bus maut baik yang di Jawa Timur, Pemalang, Bogor maupun daerah-daerah lainnya tak mengira kepergian mereka dengan berbagai kepentingan akan berakhir di pemakaman. Inilah ketetapan, kepastian yang Allah rahasiakan. Dan disadari atau tidak, kita pun sebenarnya berada dalam antrian.
Entah di urutan keberapa, entah setelah siapa, yang pasti suatu saat nanti akan tiba giliran kita juga.
Jangan karena masih muda, sehat, kaya dan sedang berjaya lalu merasa antrian kita masih jauh. Masih banyak mereka yang sudah tua, atau masih muda tapi sakit-sakitan, antri di depan kita. Jangan pernah beranggapan demikian. Banyak fakta menunjukan, seorang yang sudah lanjut usia, terisak pelan menghadiri pemakaman cucunya yang masih belia. Juga mereka yang beberapa hari sebelumnya masih terbaring di rumah sakit, turut menjadi saksi pemakaman orang yang kemarin membezuknya.
Jangan katakan ini menyeramkan, karena memang kenyataan. Kita dalam antrian. Jangan pula bilang takut, karena rasa takut tak akan membatalkan maut. Siap atau tidak, bila sampaiwaktunya, maut tetap akan datang menjemput.
Usia bukan jaminan, harta, jabatan dan kesehatan bukan andalan. Kesemuanya bukan penentu urutan kita dalam antrian. Tapi selama dalam antrian, semua bisa kita gunakan untuk mengumpulkan perbekalan yang kita butuhkan di kehidupan abadi kelak.
Karena kita tidak tahu di mana sebenarnya posisi kita dalam antrian, maka perbekalan amal kebaikan harus benar-benar dipersiapkan. Jangan salah membawa bekal, jangan pula sampai tertinggal. Apa yang akan kita dapatkan kelak adalah sesuai dengan apa yang kita upayakan sekarang. Mari sama-sama memastikan bahwa selama antri tidak sekalipun kita keluar dari jalur yang ditetapkan. Insya Allah.
Salam hangat untuk seluruh pengunjung Warung Blogger
*gambar dipinjam dari http://asudomo.wordpress.com
maut rejeki jodoh Tuhan yang ngatur nduk, kita hanya jadi wayangnya, jgn berusaha ingkar dan menghindar dari ketentuanNYA jika ga mau celaka *petuah orangtua menjelang nikah
ReplyDeletemakasi pencerahannya Bi...:D
makasih renungannya kang... :(
ReplyDeletekita dalam antrian, berhati-hati serta persiapkan bekal, itu intinya.. mari berbuat kebajikan...
Saleum,
ReplyDeleteitulah yang mesti diingat bahwa kita sewaktu waktu bisa saja menjadi peserta dalam antrian itu. jagalah sholatmu sedari kini karena itulah yang pertama bakal di hisab.
hiks kira2 aku masuk antrian yg ke berapa ya :(
ReplyDeletedoh, mending berbenah diri dulu deh ...
Betul sekali gan, sebenarnya kita juga ngantri, mau kecelakaan, sakit atau apa, itu semua hanya sebab saja. Maut tidak bisa dihindari. :)
ReplyDeleteterima kasih renungannya abi
ReplyDeleteSama-sama, Mbak.
ReplyDeleteBenar, kita hanyalah wayang, karenanya ikutilah kehendak Sang Maha Sutradara dengan sebaik-baiknya.
insya Allah...
ReplyDeleteJika sholatmu bagus, maka ( insya Allah ) bagus pula amalan lainnya.
ReplyDeleteDi nomor berapapun, kalau bekal sudah siap, insya Allah kita tak lagi resah.
ReplyDeleteBetul, sakit atau kecelakaan hanya salah satu jalan kita bertemu maut.
ReplyDeleteSama-sama, Mbak Lidya.
ReplyDeleterenungan untuk beribadah lebih baik lagi yaa abi.. :D
ReplyDeleteinsyaALLAH terima semua qadha dan qadarNYA, makasiih sudah di ingatkan abi..
ReplyDeleteKematian yang terjadi seharusnya memang jadi pengingat buat kita bahwa kehidupan di dunia hanya sementara, satu waktu kematian pasti akan menghampiri kita juga.
ReplyDeletesemoga setiap hari kita bisa menjadi manusia yang lebih punya banyak bekal untuk menghadapi saat-saat itu.
tiap2 yang bernafas pasti akan merasakan mati ya Bi, hanya saja kapan waktunya, itu rahasia Allah.
ReplyDeletesebagai manusia, hanya bisa berusaha untuk mmpersiapkan segalanya dengan sbaik-baiknya.
Harus diinbat bahwa atas perintah-NYA, malaikat maut dalam menjalankan tugasnya berpedoman pada kata "TIDAK PERDULI"
ReplyDelete1. Tidak perduli berapa umurmu.
Mati tak harus yang tua dulu baru yang muda. Faktanya mbakyu saya meninggal dunia pada usia 2 tahun, sementara emak masih sehat walafiat. Jadi yang muda-muda jangan kemlinthi dan enak-enakan saja.
Kalau ada pangilan sholat " entar2 saja",padahal akan dapat pahala, tapi kalau dipanggil atasan yang mau marah malah nabrak2 meja-kursi segera memenuhi panggilan.
2. Tdak perduli siapa kamu.
Walaupun seorang Mayor berada dalam tank berlapis baja, jika sudah waktunya meninggal dunia ya pasti datang ajal tersebut. Sementara kopral yang duduk dibawah desingan peluru pulang operasi dengan segar bugar.Menteri bisa saja meninggal belakangan daripada mantri. Direktur mungkin meninggal dunia terlebih dulu daripada kondektur. Tak mustahil seorang dokter meninggal bersama-sama dengan suster.
3. Tak perduli sedang apa kamu.
Tentara yang meninggal dunia ketika sedang perang tak begitu banyak, tetapi tiba-tiba puluhan ribu orang meninggal dunia saat santai di rumahnya karena bencana gempa, banjir, tsunami, kecelakaan lalin, dll.
So, mari kita menyiapkan bekal untuk menuju kesana.
(kita berarti termasuk saya lho..)
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih tambahannya, Pak Dhe, yang membuat tulisan ini ( semakin ) bermakna.
ReplyDeleteBetul, Mas Ruri. Kematian adalah kepastian yang dirahasiakan, karenanya sebaik-baik bekal harus dipersiapkan.
ReplyDeleteAmin. Insya Allah...
ReplyDeleteSama-sama, Mbak Naya.
ReplyDeleteYa, karena kita tak tahu dimana posisi kita dalam antrian. Apakah di depan, tengah atau masih jauh di belakang.
ReplyDeletesemoga ketika dalam antrian itu, kita bisa menyiapkan bekal terbaik untuk nanti ya :)
ReplyDeletemakasih artikelnya, kak abi :)
makasih yaa abi :D
ReplyDeleteyeee..itu bukan tambahan kok tap komentar ha ha ha ha.
ReplyDeletesetiap yg bernyawa pasti akan mati ya sob, dan kematian akan selalu mengincar kita, gak perduli waktu dan gak perduli tempat, maka kita harus siap kapan saja, mungkin bekalnya harus lebih banyak, karena perjalannya panjang :D
ReplyDeleteSama-sama, Mbak Ila.
ReplyDeleteBetul...betul...betul!
ReplyDeletecobalah berantri yang teratur
ReplyDeletekalau antri yang teratur akan membawa ketenangan dan keselamatan
ReplyDeleteSangat berguna sekali informasinya makasih mo berbagi...
ReplyDeleteWah sangat berguna sekali informasinya makasih mo berbagi...
ReplyDeleteBaru ini saya komen di #WB
ReplyDeletejadi pengingat untuk kita berbuat sebaik mungkin hari ini. :)
ReplyDeleteMinta ijin copy gambar ya. hehehe
ReplyDelete