Musim ujian nasional sudah berlalu. Untuk kalangan SMA sudah menerima hasilnya. Tinggal menunggu untuk tingkat SMP dan SD. Bagi yang punya anak, adik, ataupun saudara pasti ikut merasa dag dig dug menunggu hasil Ujian Nasional. Lulus gak ya? Nilaiku berapa ya? Habis ini nglanjutin dimana ya? Beribu cercaan pertanyaan mungkin ada di benak mereka yang sedang menanti hasil ujian.
Ujian Nasional memang menjadi momok tersendiri bagi siswa di tingkat akhir. Menakutkan lah, susah lah, sebagai penentu kelulusan lah, dan tak jarang stress dan merasa terbebani dengan ujian nasional menjadi makanan siswa. Berlatih soal dengan bermacam variasi, mengikuti bimbingan belajar, dari sekolah gencar mengadakan pengayaan untuk tambahan pelajaran, istiqosah untuk kelancaran UN dan masih banyak lagi.
Terlepas dari serba serbi UN tersebut, yang menarik disini ada model penyajian soal.
Mungkin bagi yang lulus di awal tahun 2000 an masih menjumpai EBTANAS. Ya, dulu UN dikenal dengan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Jika masih ingat pelaksanaan EBTANAS sama dengan pelaksanaan UN seperti sekarang ini. Dilaksanakan selama 3hari berturut-turut. Yang membedakan disini adalah 3 mapel utama yang diujikan (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA) disajikan dalam bentuk soal pilihan ganda (35 soal) , uraian(10 soal), dan esai (5 soal). Sedangkan dalam UN sekarang ini penyajian soal berupa multiple choice atau pilihan ganda saja dengan pilihan point a-d.
Melihat perubahan itu, disini ada beberapa point positif dan negative antara model penyajian soal pilihan ganda, uraian, esai dengan model penyajian soal multiple choice. Segi positifnya adalah kedua model penyajian soal itu memang sama-sama menuntut siswa untuk lebih jeli dan telili dalam mengerjakan, selain itu diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap setiap opsi jawaban. Untuk jawaban esai diperlukan penjabaran versi siswa yang mana dapat melatih siswa untuk lebih berfikir kritis dalam mengungkapkan jawaban setiap soal dengan bahasa dan pemahaman sesuai porsi mereka.
Dari sisi penilaian tentu tidak bisa hanya dipatok benar salahnya, ada sisi subyekti dimana ketika jawaban yang nyrempet jawaban benar tetap diberi point. Dan disini profesionalisme guru terlihat dari setiap pemberian point untuk jawaban esai. Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa soal esai dapat mendongkrak point di pilihan ganda dan uraian yang mungkin anjlog. Sedangkan sisi negatifnya adalah siswa terkadang ngawur dalam menjawab soal. Jika jawaban a salah dapat diganti b, c atau d. Bahkan ada kejadian dimana menghitung kancing baju untuk menentukan jawaban jika mengalami kesulitan soal. Selain itu jika hanya disajikan dalam multiple choice saja, siswa cenderung tidak berfikir secara kritis dan justru memudahkan dalam kerja sama (menyontek).
Apapun model penyajian soal dalam penentuan kelulusan jenjang sekolah dari SD-SMA, diharapkan pemerintah dapat menentukan kebijakan yang benar-benar bijak. Entah kembali lagi menjadi EBTANAS atau tetap Ujian Nasional diharapakan setiap kebijakan pemerintah terutama dinas pendidikan dapat meluluskan generasi yang unggul dan jujur. Terlebih penting adalah aplikasi ilmu dalam masyarakat nantinya.
Ditulis oleh : Ibu guru kecil Cheila
Kalau saya ingat ingat EBTANAS saya dulu pernah mengalami. Mungkin sekitar akhir SEKOLAH DASAR.
ReplyDeleteDan untuk UN saya sudah sejak SMP hingga SMA.
Rasanya walau sudah menghafal setiap detail sub kompetensi masih saja ragu dan gemetar ketika menghadapinya.
Inilah yang membuat saya resah luar biasa, EBTANAS / UN ...
ReplyDeleteTapi mau gimana lagi, keduanya dilakukan bertujuan untuk mengontrol dan menilai hasil belajar siswa.
sukses bu guru cheila semoga anak didiknya lulus 100%