Sekelumit Cerita Menjadi Koordinator Bloger
Sebagai sebuah komunitas blog, berkumpul dengan sesama bloger adalah kesempatan yang sangat diharapkan. Beruntunglah kami, pada awal Juli ini Warung Blogger diberi ruang untuk saling bersua. Tapi sebelum sampai di titik ini, izinkan saya sebagai koordinator menuangkan cerita tentang bagaimana hal ini bermula dan terjadi.
__
22 Juni 2019, ketua Warung Blogger (@andhikamppp) tiba-tiba menghubungi saya melalui jaringan pribadi. Sebagai anggota komunitas yang baik, saya tentu segera membalas sapaan sang ketua... besoknya.
Lega hati saya ketika tahu tujuannya bukanlah untuk minta dibuatkan email baru, melainkan untuk menemaninya meeting dengan seorang klien. Tapi saya heran. Lha wong saya ini bukan sekretaris. Paspampers juga bukan. Germo apalagi. Kok diminta buat menemani meeting?
Usut punya usut, bapak ketua WB yangagak saya hormati ini menugasi saya untuk menjadi koordinator dalam sebuah acara diskusi. Kalau anak-anak event organizer. sih, sering menyebutnya sebagai Project Owner (PO). Berhubung saya lebih kelihatan seperti pakdhe-pakdhe daripada pakdhe saya sendiri, maka sebutan koordinator saja cukup.
Awalnya saya ragu, sebab di samping urusan blog, saya juga tengah menjadi karyawan dengan jam kerja yang rutin. Apakah saya bisa membagi waktu? Saya sempat berpikir untuk menolak. Namun, istri saya (@pertiwiyuliana) meyakinkan kepada saya bahwa kunci dari keberhasilan membagi waktu adalah dengan tidak membagi waktu.
Saya nyaris minum paracetamol untuk memahami nasehat istri saya yang puitis itu. Namun kemudian saya sadar bahwa maksudnya adalah jangan membagi waktu untuk mengerjakan dua pekerjaan yang berbeda. Tapi kerjakan keduanya di setiap waktu yang saya punya.
Dukungan dari istri membuat saya bersemangat mengiyakan ajakan Mas Andika. Dengan penuh kecongkakan masing-masing, kami membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan acara diskusi yang dimaksud.
Ternyata diskusi ini merupakan acara yang diinisiasi oleh Airy sebagai startup perhotelan dan KataData sebagai media yang punya konsentrasi pada penelitian. Keduanya berbaur dan menggelar diskusi soal perhotelan di era digital untuk memberdayakan perekonomian lokal.
Pukul 11.30 saya meluncur dari Kuningan ke Central Park menggunakan jasa transportasi daring. Begitu sampai Central Park saya menyadari ketidakprofesionalan saya. Saat itu saya tidak menjaga penampilan saya dengan baik. Saya hanya mengenakan kaos, celana klombor, dan sendal jepit. Daripada disebut mau meeting, saya justru terlihat seperti mas-mas calo tiket konser Nela Kharisma.
Menyadari bahwa saya saltum tidak lantas membuat saya menggesek kartu debit untuk membeli setelan di H&M. Saya masih waras. Istri dan tiga anak kucing di rumah mau dikasih makan apa kalau saya malah belanja?
Tak perlu menunggu lama untuk bertemu dengan Mas Andika di area makan. Mas Andika segera mengabari klien kalau kami sudah sampai. Dalam sebuah konfirmasi keberadaan, Mas Andika mengatakan, "Yang satu gundul. Yang satu gondrong." kepada klien. Tentu saja klien dengan cepat menemukan kami.
"Assalamualaikum. Mas Andika? Saya Risky. Mari."
Setelah berkenalan, kami masuk ke sebuah restoran Jepang. Di situlah obrolan soal acara diskusi ini terjadi. Perbincangan tidak menuai masalah yang berarti. Kecuali pada bagian ketika Mas Risky menanyakan status pekerjaan saya.
"Kalau Mas Ilham kerja di mana?"
"Saya kerja di Remotivi, Mas."
"O.. Panasonic, ya?"
Bukaaaan. Setelah saya memberi penjelasan, Mas Risky tampak paham. Lalu kami lanjut membicarakan detail kerja sama dan berupaya menghabiskan makanan kami masing-masing. Perjanjian kerja sama sudah ditandatangani. Traktiran makanan sudah ditangani. Selanjutnya adalah meneruskan koordinasi antara saya dan Mas Risky melalui jaringan pribadi.
Saya kembali ke kantor sesegera mungkin. Sembari menunggu abang ojek datang, saya menarik napas panjang lalu mengembuskannya kembali dengan perasaan yang lega. Saya senyum-senyum sendiri di pinggir jalan. Pada saat itu saya belum tahu, kalau nantinya bakal disemprot istri karena lupa pakai sepatu.
Saya sempat cemas karena ada bloger yang belum datang ketika acara sudah mulai. Namun setelah mengonfirmasi situasinya, saya memaklumi dan menjelaskan hal tersebut kepada Mas Risky. Syukurlah dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Padahal saya sudah siap-siap mau mengajaknya salat dhuha kalau dia marah.
Acara demi acara berlangsung dengan lancar dan tepat waktu. Tanpa terasa, moderator sudah menyatakan bahwa diskusi hendak disudahi. Moderator memberi tiga kesempatan bagi hadirin yang ingin bertanya. Saya merupakan salah satu yang mengangkat tangan.
Saya mendapat kesempatan terakhir untuk bertanya. Ketika microphone diberikan kepada saya, moderator mempersilakan saya dengan sebuah kekeliruan.
"Silakan satu penanya lagi. Cepat saja, ya, Mbak."
Beberapa bloger di sekitar saya cekikikan. Ketika saya mulai memperkenalkan diri dengan suara bas yang laki abis, seisi gedung menyambutnya dengan tawa. Ditambah wajah saya yang berkumis, berjanggut, dan gondrong ini dimunculkan di layar 3x3 meter di sebelah panggung. Namun itu tidak menghalangi konsentrasi saya untuk bertanya.
"Apakah program pelatihan tenaga kerja yang disebut tadi hanya untuk jadi karyawan Airy atau bisa untuk menapaki jenjang karir profesional di bidang perhotelan? Dan, satu lagi. Mengapa hotel-hotel Airy banyak yang tidak aksesibel bagi disabilitas? Terima kasih."
Untung saya bertanya pada ahlinya. Jadi saya tidak mendapat jawaban sinis ala netizen, "Dasar SJW."
Seusai pertanyaan saya terjawab, acara langsung ditutup dengan berfoto bersama. Saya dan teman-teman bloger juga menempatkan diri untuk berfoto. Sayangnya tidak sempat mengabadikan foto dalam formasi lengkap karena ada beberapa yang pulang lebih dulu.
Saya dan istri juga harus segera beranjak dari Balai Kartini karena ada jadwal menonton Spider-Man: Far from Home siang itu. Hati saya benar-benar lega. Syukurlah tidak ada insiden atau drama-drama yang terjadi. Saya menghampiri Mas Risky untuk berpamitan.
"Makasih, Mas Ilham sudah datang. Alhamdulillah, bloger dari WB datang semua, ya." Tidak banyak percakapan yang terjadi karena saya juga buru-buru saat itu. Di jalan menuju pintu keluar, beberapa bloger berpamitan kepada saya. Tak ada banyak kata yang bisa saya ucapkan di antara perasaan syukur dan lega.
"Makasih, ya, sudah datang." Hanya itu yang bisa saya ucapkan untuk mengiringi kepulangan mereka.
Lega hati saya ketika tahu tujuannya bukanlah untuk minta dibuatkan email baru, melainkan untuk menemaninya meeting dengan seorang klien. Tapi saya heran. Lha wong saya ini bukan sekretaris. Paspampers juga bukan. Germo apalagi. Kok diminta buat menemani meeting?
Usut punya usut, bapak ketua WB yang
Awalnya saya ragu, sebab di samping urusan blog, saya juga tengah menjadi karyawan dengan jam kerja yang rutin. Apakah saya bisa membagi waktu? Saya sempat berpikir untuk menolak. Namun, istri saya (@pertiwiyuliana) meyakinkan kepada saya bahwa kunci dari keberhasilan membagi waktu adalah dengan tidak membagi waktu.
Saya nyaris minum paracetamol untuk memahami nasehat istri saya yang puitis itu. Namun kemudian saya sadar bahwa maksudnya adalah jangan membagi waktu untuk mengerjakan dua pekerjaan yang berbeda. Tapi kerjakan keduanya di setiap waktu yang saya punya.
Dukungan dari istri membuat saya bersemangat mengiyakan ajakan Mas Andika. Dengan penuh kecongkakan masing-masing, kami membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan acara diskusi yang dimaksud.
Ternyata diskusi ini merupakan acara yang diinisiasi oleh Airy sebagai startup perhotelan dan KataData sebagai media yang punya konsentrasi pada penelitian. Keduanya berbaur dan menggelar diskusi soal perhotelan di era digital untuk memberdayakan perekonomian lokal.
Pertemuan dengan Klien
Photo by rawpixel.com from Pexels |
Mas Andika mengabarkan kepada saya bahwa meeting akan dilakukan di Central Park saat jam makan siang. Untung lokasi kantor saya dan Central Park tidak terlalu jauh. Jadi, waktu untuk meeting tidak mengganggu pekerjaan saya di kantor.
Pukul 11.30 saya meluncur dari Kuningan ke Central Park menggunakan jasa transportasi daring. Begitu sampai Central Park saya menyadari ketidakprofesionalan saya. Saat itu saya tidak menjaga penampilan saya dengan baik. Saya hanya mengenakan kaos, celana klombor, dan sendal jepit. Daripada disebut mau meeting, saya justru terlihat seperti mas-mas calo tiket konser Nela Kharisma.
Menyadari bahwa saya saltum tidak lantas membuat saya menggesek kartu debit untuk membeli setelan di H&M. Saya masih waras. Istri dan tiga anak kucing di rumah mau dikasih makan apa kalau saya malah belanja?
Tak perlu menunggu lama untuk bertemu dengan Mas Andika di area makan. Mas Andika segera mengabari klien kalau kami sudah sampai. Dalam sebuah konfirmasi keberadaan, Mas Andika mengatakan, "Yang satu gundul. Yang satu gondrong." kepada klien. Tentu saja klien dengan cepat menemukan kami.
"Assalamualaikum. Mas Andika? Saya Risky. Mari."
Setelah berkenalan, kami masuk ke sebuah restoran Jepang. Di situlah obrolan soal acara diskusi ini terjadi. Perbincangan tidak menuai masalah yang berarti. Kecuali pada bagian ketika Mas Risky menanyakan status pekerjaan saya.
"Kalau Mas Ilham kerja di mana?"
"Saya kerja di Remotivi, Mas."
"O.. Panasonic, ya?"
Bukaaaan. Setelah saya memberi penjelasan, Mas Risky tampak paham. Lalu kami lanjut membicarakan detail kerja sama dan berupaya menghabiskan makanan kami masing-masing. Perjanjian kerja sama sudah ditandatangani. Traktiran makanan sudah ditangani. Selanjutnya adalah meneruskan koordinasi antara saya dan Mas Risky melalui jaringan pribadi.
Saya kembali ke kantor sesegera mungkin. Sembari menunggu abang ojek datang, saya menarik napas panjang lalu mengembuskannya kembali dengan perasaan yang lega. Saya senyum-senyum sendiri di pinggir jalan. Pada saat itu saya belum tahu, kalau nantinya bakal disemprot istri karena lupa pakai sepatu.
Makasih, ya, Sudah Datang!
Acara yang sudah dinantikan akhirnya terjadi pada 3 Juli 2019. Saya dan 14 bloger terpilih hadir di Balai Kartini Jakarta mengenakan pakaian formal. Kali ini saya tidak saltum lagi. Begitu pun dengan para bloger yang mewakili Warung Blogger, semua tampil rapi.Saya sempat cemas karena ada bloger yang belum datang ketika acara sudah mulai. Namun setelah mengonfirmasi situasinya, saya memaklumi dan menjelaskan hal tersebut kepada Mas Risky. Syukurlah dia tidak terlalu mempermasalahkannya. Padahal saya sudah siap-siap mau mengajaknya salat dhuha kalau dia marah.
Acara demi acara berlangsung dengan lancar dan tepat waktu. Tanpa terasa, moderator sudah menyatakan bahwa diskusi hendak disudahi. Moderator memberi tiga kesempatan bagi hadirin yang ingin bertanya. Saya merupakan salah satu yang mengangkat tangan.
Saya mendapat kesempatan terakhir untuk bertanya. Ketika microphone diberikan kepada saya, moderator mempersilakan saya dengan sebuah kekeliruan.
"Silakan satu penanya lagi. Cepat saja, ya, Mbak."
Beberapa bloger di sekitar saya cekikikan. Ketika saya mulai memperkenalkan diri dengan suara bas yang laki abis, seisi gedung menyambutnya dengan tawa. Ditambah wajah saya yang berkumis, berjanggut, dan gondrong ini dimunculkan di layar 3x3 meter di sebelah panggung. Namun itu tidak menghalangi konsentrasi saya untuk bertanya.
"Apakah program pelatihan tenaga kerja yang disebut tadi hanya untuk jadi karyawan Airy atau bisa untuk menapaki jenjang karir profesional di bidang perhotelan? Dan, satu lagi. Mengapa hotel-hotel Airy banyak yang tidak aksesibel bagi disabilitas? Terima kasih."
Untung saya bertanya pada ahlinya. Jadi saya tidak mendapat jawaban sinis ala netizen, "Dasar SJW."
Seusai pertanyaan saya terjawab, acara langsung ditutup dengan berfoto bersama. Saya dan teman-teman bloger juga menempatkan diri untuk berfoto. Sayangnya tidak sempat mengabadikan foto dalam formasi lengkap karena ada beberapa yang pulang lebih dulu.
Saya dan istri juga harus segera beranjak dari Balai Kartini karena ada jadwal menonton Spider-Man: Far from Home siang itu. Hati saya benar-benar lega. Syukurlah tidak ada insiden atau drama-drama yang terjadi. Saya menghampiri Mas Risky untuk berpamitan.
"Makasih, Mas Ilham sudah datang. Alhamdulillah, bloger dari WB datang semua, ya." Tidak banyak percakapan yang terjadi karena saya juga buru-buru saat itu. Di jalan menuju pintu keluar, beberapa bloger berpamitan kepada saya. Tak ada banyak kata yang bisa saya ucapkan di antara perasaan syukur dan lega.
"Makasih, ya, sudah datang." Hanya itu yang bisa saya ucapkan untuk mengiringi kepulangan mereka.